Minggu, 22 Januari 2012

Perjalanan Menuju Hati Vina

Alva berlari menuju gerbong kereta itu, berharap tak terlambat kali ini. Minggu lalu Vina ngambek berat karena Alva terlambat 2 jam dan membuat Vina menunggu dalam rintik air hujan.

"Semoga kali ini aku tak terlambat" harap Alva,

Duduk lega di dalam gerbong kereta yang sedikit bau, banyak sekali penjual sayuran dari desa sebelah akan menjajakan jualannya ke kota dalam gerbong itu. Pantas bau, pikir Alva. Sambil sedikit menahan nafas, Alva mengalihkan pandangan ke jendela. Menelusuri pemandangan yang lebih indah di sepanjang jalan. Melihat hijaunya hamparan sawah. Terlihat cerah hari itu. Setidaknya jika hari ini terlambat lagi, Vina tak akan kebasahan di bawah hujan. Alva nyengir mengingat kejadian saat itu,

"Kamu menyebalkan, Al, aku disini menunggumu. Dan kamu terlambat hanya karena kamu ketiduran ? Sungguh menyebalkan !"

Sementara Alva hanya diam, merutuki kecerobohannya. Tapi apa mau dikata ?

2 bulan sekali Alva menyempatkan waktu untuk mengunjungi kekasihnya, Vina, yang tercinta itu. Sebelumnya mereka berada dalam satu kota. Tapi karena Ayah Vina dipindah tugaskan di kota lain terpaksa mereka menjalani hubungan dengan jarak jauh. Alva dan Vina sudah cukup lama menjalaninya, nyaris 5 tahun. Tadinya mereka sering bertemu, sekitar 2 minggu sekali namun 2 tahun belakangan ini kesibukan kerja banyak menyita waktu. Vina yang sekretaris seorang motivator mungkin bisa sedikit bebas meluangkan waktu untuk libur. Tapi tidak dengan Alva yang bekerja sebagai karyawan di Bank Swasta. Semuanya harus mengikuti aturan. Blaaaargh, sempat muak dibuatnya Alva bekerja di bank tersebut sebetulnya, tapi harus bagaimana lagi ? 2 adiknya masih membutuhkannya untuk mendukung keuangan orang tuanya yang sudah semakin renta. Itu pula yang mungkin membuat Vina jengah, karena selama ini Alva tak juga melamarnya.

Alva merasakan sentuhan halus saat dia terhanyut dalam lamunannya. Seorang gadis cantik, rambutnya dicat merah kecoklatan membuat kulitnya yang putih mulus semakin bersinar.

'Delapan puluh banding tujuh puluh jika dibandingkan dengan Vina' ucapnya tanpa sadar dalam hati. Alva menatapnya seakan bertemu bidadari.

"Maaf mas, boleh saya pinjam pennya ?" ucap gadis itu memecah kesunyian.

Alva hanya mengangguk. Akhirnya mereka berkenalan, Anne, nama gadis itu. Ini pertama kalinya dia naik kereta untuk mengunjungi orang tuanya. Sebelumnya dia selalu naik bis, tapi karena kali ini orang tuanya pindah ke daerah dekat stasiun kereta, maka Anne nekad naik kereta. Sekalian coba merasakan bagaimana nyamannya naik kereta seperti yang orang bilang, jawab Anne.

Alva selamat dari ocehan Vina untuk kesekian kalinya, sekarang waktunya lagi berpacu dengan waktu dan berusaha tidak terlambat lagi. Jadwal kereta ke kota Vina tinggal sudah dihafalnya diluar kepala, diapun juga sudah menyetel alarm di telepon genggamnya.

Sudah beberapa kali ini pula dia selalu bertemu dengan Anne, gadis cantik itu. Menyenangkan jika ada teman berbagi di sepanjang jalan yang membosankan itu. Sudah selama setahun berjalan Alva mendapat teman perjalanan seimut Anne, tapi anehnya Alva bahkan tak tau latar belakang Anne atau apapun tentang jatidiri Anne. Mereka hanya berbincang - bincang tentang gosip yang tengah dibahas di koran yang mereka bawa, tanya jawab teka teki silang yang sangat Anne suka. Atau malah hanya tertawa berbisik - bisik mengkritik orang - orang aneh yang ada di sekitar mereka. Alva tak tahu dimana tepatnya Anne tinggal atau menuju puang dan berangkat. Karena Anne selalu berada di stasiun sebelum dia datang dan Anne selalu turun terlebih dahulu di satu stasiun sebelum Alva turun.

"Terima kasih Alva, aku sangat menikmati perjalanan ini bersamamu, aku berharap suatu saat kamu mau berhenti di stasiunku" ucap Anne seketika mendaratkan kecupan di pipi Alva, langsung syok dibuatnya.

Alva menarik tangan Anne menuju ke pelukannya. Cukup lama mereka larut dalam pelukan yang bisa dibilang mesra itu. Bukan ... itu bukan pelukan seorang teman, itu pelukan kerinduan. Seakan mereka melepas kerinduan yang telah lama mereka pendam. Itu pelukan milik Vina. Anne menepis pelukan itu, tiba sudah dia di stasiun tujuannya. Alva tertegun apa yang barusan dilakukannya. Dan hanya bisa bengong melihat senyum imut Anne di balik jendela.

15 menit Alva berusaha menata hatinya, menguasai emosi. Alva tak ingin Vina melihat keanehan yang terlihat di wajahnya.

"Aaaal !" teriak Vina ceria dari kejauhan, es krim green tea kesukaannya selalu menemaninya menunggu kereta Alva datang. Biasanya 1/4 scope tertinggal saat Alva turun dari kereta. Tapi kali ini, masih setengah scope. Nampaknya dia sudah memikirkan dietnya, batin Alva.

Vina berlari ke arah Alva dan langsung memeluknya. Dingin, Alva membalas pelukan itu. Alva merasakan dirinya berubah, cintanya kepada Vina berubah. Karena Anne ? Teman perjalanannya ? Ataukah karena waktu ?

Semenjak pelukan itu, Anne tak pernah lagi muncul di kereta. Apakah Anne naik bis lagi ? Beberapa kali Alva mencoba menghubungi nomer telepon yang diberikan Anne, tapi tetap saja tak ada jawaban. Bagaimana bisa dia mencari keberadaan Anne jika dia tak punya suatu petunjuk mengarah ke Anne. Hanya stasiun tempat Anne turun.

Hari ini Alva berangkat lebih awal dari jadwal kereta biasanya dia pergi. Alva tak tahu kemana kali ini dia akan pergi, dia hanya turun di stasiun Anne, menyusuri setapak jalan yang pernah dia lihat selalu dilalui Anne.

Tibalah Alva di ujung jalan, sebuah bangunan penuh dengan tempelan koran bekas. Nampak seperti majalah dinding. Alva yang sudah setengah putus asa menatap tempelan - tempelan lusuh dan usang itu.

"15 Mei 2010

Kecelakaan kereta itu menyebabkan satu gerbong hancur dan seluruh penumpang di dalamnya mengalami luka - luka dan beberapa diantaranya tewas seketika. Nama - nama penumpang yang tewas, antara lain adalah :

1. Tania Honey 50 tahun.

2. Rod Antoni 5 tahun.

3. Meyna Derz 35 tahun.

4. Anne Cartica 20 tahun.

5. Sonia Wandr 33 tahun.

6. Bund Saczie 15 tahun.

dll ...."

Alva menatap nanar berita usang itu, sesaat kemudian menetes air matanya. 15 Mei 2010 adalah dua bulan sebelum dia bertemu Anne, itu artinya ???

Alva jatuh terduduk tak berdaya di samping bangunan tua itu. Dia yakin betul Anne Cartica dalam berita itu adalah Anne yang sekian lama menemani perjalanannya selama ini. Alva menatap foto yang dia yakin benar Anne dan kali ini benar - benar sangat putus asa.

Alva kembali menuju stasiun melanjutkan perjalanannya menuju Vina.

"Vin, would you marry me ?" Alva duduk diatas lutunya di depan Vina, membuat Vina terperangah.

"Maafkan aku telah membuatmu menunggu." ucapnya kemudian.

'Baru kali ini kusadar bagaimana tidak nyamannya hidup dalam ketidak pastian dan suatu yang temaram' batin Alva.

Vina memeluk erat Alva, 'ya , aku mau' bisik Vina mesra.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates