Selasa, 14 Februari 2012

Bebek Buruk Rupa

Berulang kali selalu Dani memanggilku dengan sebutan Bebek, sangat menyedihkan sekali bagiku. Tapi tak apalah, kuharap suatu ketika dia akan berhenti mengatakan itu.

Sudah kucoba berbagai cara untuk memperbaiki penampilanku, tapi tetap saja, gigi tongosku dan pantatku yang semok dan membuatku seakan berjalan seperti bebeklah yang membuat Dani semakin tertawa keras saat aku berlalu di depannya. Menjengkelkan sekali ! Kadang - kadang aku menyesali dan menggerutu pada ibuku yang melahirkan aku dengan ketidak sempurnaanku ini. Tapi ibu selalu membesarkan hatiku,

"Cantik luar atau paras tidaklah penting, nak, yang penting adalah hati yang bersih, baik dan tulus. Tak apa - apa teman - teman kamu mengolokmu. Itu karena mereka iri karena kamu pintar."

Dan tak hanya itu, ibu juga mengupayakan agar aku selalu berbesar hati, tidak putus asa hanya karena semua ini. Ibu membawaku ke dokter ortodentis untuk memperbaiki gigiku.

-----------------------

Syukurlah aku tak akan bertemu Dani lagi. Setelah kelulusan SMP, Dani sekolah SMA di Jakarta ikut papanya yang cerai 3 bulan lalu. Tak ada lagi yang akan menggangguku.

Aku lebih punya percaya diri semenjak tak ada Dani, karena olokan Dani yang sempat membuat ciut hatiku kalau aku ingin ikut ekskul di sekolah. Kalau ikut teater, katanya aku hanya pantas jadi peran pembantu. Kalau ikut basket, katanya pantas jadi bolanya. Mau ikut karate, katanya aku hanya pantas jadi bahan gebukan yang lain. Hfffthh, sebegitu burukkah aku di mata Dani ?

Untungnya teman - teman SMAku ini tidak begitu usil dan menerimaku apa adanya. Aku diajak beberapa teman wanita untuk bergabung di tim cheerleaders mereka. Senang sekali ! Sesekali aku meluangkan waktu untuk ikut aerobik dekat rumah dengan beberapa teman ibu.

"Wuah Lin, badan kamu bagus sekali ?" serasa besar kepala saat teman - teman ibu memujiku. Bahkan instruktur senam pun mengatakan bahwa aku mengalami perubahan yang sangat signifikan.

Begitu penasarannya aku, sesampai di rumah langsung menghambur ke kamar ibu, disana terpasang cermin besar sehingga aku bisa melihat sepanjang diriku.

'Yeah, kemajuan .... ' bisikku memuji diri sendiri dengan sedikit tersenyum. Tak kusangka sedari tadi ibu mengintipku sambil tersenyum bangga.

"Ibu bangga denganmu, nak, makin hari ibu perhatikan kamu makin cantik." kembali pujian kali ini membuatku melayang jauh tinggi dan tak ingin kembali. Tapi bagaimanapun jeleknya aku, pasti ibu masih memuji.

--------------------------------------------

Aku Linia, kini bekerja sebagai Marketing Executive di sebuah perusahaan property. Gajinya lumayan dan yang terpenting adalah bahwa aku kini punya kepercayaan diri untuk berhadapan langsung dengan beberapa costumerku. Dan aku termasuk karyawati potensial. Sedikit mengangkat dagu, ceritanya. Hari ini, katanya ada customer yang cerewetnya minta ampun. Andien yang merupakan rival berpotensi juga sampai nangis dibuatnya. Sebagai gantinya, aku harus menangani satu costumer ini. Ribet dah ya... Tapi tak apalah, aku tetap akan coba.

"Dani ?!" ucapku setengah berteriak.

Oooh, dia lagi kembali dalam kehidupanku, batinku.

Dani yang dulu culun, awut-awutan, selebor dan suka mengejekku kini berubah sangat rapi, berwibawa, bicaranya juga teratur, terlihat saat dia berbicara dengan salah satu anak buahnya -mungkin-, kira-kira begitulah. Aku ingat matanya, hidungnya dan hidungnya yang khas, mirip seperti Tom Cruise, menurutku, walaupun memang dia menyebalkan, tapi memang ganteng sih. Aku mencoba mengendalikan diri, stop memuji dia dalam pikiranku. Huuuufth ....! Kuatur nafasku dan menghampirinya.

Dani mengernyitkan dahinya,

"Ohhh, anda dari perusahan MoonWalk City yah ?" tanya Dani kemudian.

Sok formal banget sih, ucapku dalam hati.

"Well, saya kecewa dengan saudari Andien kemarin karena kata beliau perusahaan anda tak menyediakan asurasi jika terjadi sesuatu hal pada property yang akan saya beli sebelum saya tempati." ucapnya tanpa basa basi.

"Bukan begitu, Dan ... Oooups, maaf ... "

" Loh ? Saya kenal anda ?"

"Aku Bebek, ooups ... Linia"

"Hah ?!?" Dani syok, berhenti sesaat kemudian menenggak minuman di hadapannya.

"Linia Andreswara ? Yang rumahnya di belakang rumahku pas SMP itu ?" jelasnya. Aku yang kini terhenyak, bagaimana dia tahu detail namaku ? Dan masih hapal ? Secara dia selalu memanggilku dengan sebutan "bebek".

"Lin .....!" kejut Dani kemudian.

"Ah ya ... maaf ... ya aku Linia ..."

"Wow .... kamu sangat berubah, sekarang kamu seperti angsa. Bukan bebek lagi!"

Oh, Dani memujiku ? Tumben ? Tapi judulnya tetep aja binatang. Hanya angsa sedikit kelihatan anggun dan mempesona ketimbang bebek. Aku cuma meringis.

Semenjak hari itu kami lebih sering bertemu, urusan kerja atau sekedar ketemu sebagai teman. Yeah, akhirnya masa lalu adalah masa lalu. Kini Dani toh lebih dewasa dan menganggap aku sebagai wanita. Tapi berkat olokan dia juga akhirnya aku bisa menjadi seperti ini. Wanita cerdas dan penuh percaya diri dan penampilankupun ga kalah oke tuh dengan presenter televisi kenamaan.

Terima kasih Dani.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates