Jumat, 31 Mei 2013

Mata dan Bintang

Diantara seribu bintang yang ada di langit, salah satunya adalah kamu. Bintang yang paling bersinar cerah diantara yang lainnya. Bintang yang selalu mencuri celah diantara awan - awan mendung di temaram malam hanya untuk memberi kilauan di malam suram. Kilau dan sinar itu secerah senyummu, seindah tatapan matamu.

'Aaah .. itu katamu, itu yang kamu katakan seribu kali setiap kita bertemu. Kini engkau hanya diam membisu, terkubur tak berdaya dalam kotak jauh di dalam tanah basah itu. Setiap kali mengingatmu adalah duka deritaku, adalah kelemahanku tanpamu. Setiap kali mengingatmu adalah sakit ... Akankah semua terulang kembali kenangan indah itu ? Akankah seseorang tersempurna bagĂ­ku sepertimu bisa hadir kembali dalam hidupku ? Kenapa selalu orang - orang terbaik dalam hidupku harus cepat meninggalkan dunia ini ? Aku merasa semuanya sangat tak adil bagiku. Apakah ini karena aku sendiri ? Mungkinkah aku yang menyebabkan mereka meninggal ? Mama ... Papa ... Ina, kembaranku ... dan kini Davy, cowok yg sebelumnya setiap hari selalu ada di sampingku, 'batin Nayla, tanpa terasa menetes air mata yang kesekian kalinya.

"Nay ... sampai berapa lama kamu akan merasa bersalah atas kematian mereka ?" tegur Mika,
Nayla terdiam, terisak lemah. Mika mendekati Nayla dan duduk di sebelahnya sambil menyodorkan kue blackforest buatannya.
"Aku gak tau, Ka, yang aku tau, aku gak mau lagi kehilangan orang - orang yang ada di dekatku. Orang - orang seperti kamu, tante Anita, oom Andy. Kalian adalah keluarga yang aku punya saat ini, orang - orang yang aku sayang dan menyayangi aku. Aku gak mau kehilangan lagi, semuanya menyakitkan, kenyataan ini sangat menyakitkan bagiku" ungkap Nayla untuk beribu kalinya. Setiap kali itu jawabannya, jawaban yang sama yang selalu dia katakan kepada orang yang ingin dia tidak menyalahkan diri sendiri atas kematian orang - orang yang dicintainya tersebut.

Belakangan ini hari - hari sering sekali hujan, sudah mulai musim hujan rupanya, itu artinya sudah 3 tahun lamanya Nayla terpuruk dalam dukanya mengenang kepergian Davy, dan masih tetap tak mau beranjak dari rutinitasnya bersedih di bawah pohon beringin di belakang kantornya. Tak peduli gerimis mulai berjatuhan dari awan gelap yang menggelayut, Nayla tanpa selera menyantap soto ayam dan es jeruk Pak Kumis yang dengan selalu berhenti di dekat kantornya pada jam - jam makan siang. Nayla termasuk pelanggan setia soto ayam Pak Kumis selain karyawan - karyawan kantor di sekitarnya.
"Neng Nay, udah mau hujan neng, bapak mau keliling lagi yah, lagian jam istirahatnya udah abis kan ?" tegur Pak Kumis mengingatkan.
Nayla melihat jam tangan bertahtakan mutiara, kado ulang tahun ke 17 dari mama, sejenak dia menghela napas, lantas mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan dan memberikannya pada Pak Kumis.
"Terima kasih Pak", kata Nayla seraya bergegas bangkit dari duduknya. Pak Kumis menahan tangan lembut Nayla.
"Sebentar neng, ada titipan buat eneng, dia bilang jangan dibuka sekarang, tapi ntar di rumah aja yah", Pak Kumis memberikan sebuah bungkusan berbentuk kotak berwarna biru muda. Sedikit heran Nayla menerima bungkusan itu, tapi tak ada waktu lagi dia bertanya banyak pada Pak Kumis. Lagian menurutnya Pak Kumis cuma penyampai pesan.

------------
'Sekalipun senyum itu hilang dari wajah indahmu, kuyakin aku masih bisa temukan kebahagiaan di dalamnya. Meskipun tatapan mata itu sayu dan penuh duka, kuyakin ada harapan yang bisa kutemukan.' Dalam kotak itupun dia temukan beberapa helai rontokan bulu sayap burung yang entah burung apa.

"Pak Kumis gak bilang dari sapa Nay?" tanya Mika,
"Ka, kalo Pak Kumis kasih tau orangnya yang mana, pasti aku tak segalau ini" Nayla mencoba meyakinkan Mika untuk kesekian kalinya.
Mika mondar- mandir di depan Nayla yang cuma bisa bengong, berpikir keras dan penasaran.
"Makanya Nay, coba buka hatimu, sudah 3 tahun Nay...!"
------------
Di bawah pepohonan rindang itu, Nayla kembali hanyut dalam kesendirian dan asyik bermain dalam lamunannya. Nayla memainkan helaian bulu burung hadiah dari orang misterius. 'Kasian burung itu, pasti kini dia lemah tak berdaya kehilangan beberapa helainya.' batin Nayla.
Suara langkah mendekat membuyarkan lamunannya, sesaat dia menggeser duduknya di pojokan bangku yang masih terasa lembab oleh hujan kemarin. Dan memang suara langkah itu makin mendekat dan kini malah duduk sebangku dengannya. Nayla acuh tak acuh dan melanjutkan lamunannya.
"Kasian sekali burung yang bulunya ada di kamu itu yah?" tegur si pemilik langkah itu.
"Perkenalkan aku Ega!" tapi Nayla tak bergeming saat dia mencoba memperkenalkan dirinya.
"Nayla, tak seharusnya kamu seperti ini... " Nayla terperanjat, lelaki yang mengaku bernama Ega itu tau namanya. Tanpa kata- kata Nayla menatap Ega seketika.
"Da...vy?!" spontan Nayla mengucapkan nama yang sekian lama tak pernah keluar dari mulutnya.
"Ega ... bukan Davy, maafkan aku" Ega meralat ucapan Nayla.
"Ooh ... aku yang seharusnya minta maaf, tapi darimana kamu tau namaku Nayla?"
-------------

"Matanya milik Davy, Ka... katanya dia sering melihatku saat makan siang di warung Pak Kumis" cerita  Nayla ke sobatnya yang selalu ingin tahu itu.
"Ya sudahlah Nay, cobalah untuk buka hatimu untuk Ega, mungkin ini sudah waktunya untukmu melanjutkan hidupmu!" ucap Mika memantapkan untuk keseribu kalinya, mungkin.
"Aku gak mau dia mati seperti orang- orang yang lain yang kucintai"
"Nay, look at me, you love as your sister, rite?! But do you see? Aku masih hidup! Come on, jangan naif, mati itu di tangan Allah, please jangan kaya' orang gak punya agama dong!" Kata- kata Mika seakan menampar Nayla kali ini.
----------------


 "Di pertama kali aku liat kamu, aku suka banget sama kamu, Nay. Bukannya aku gombal atau mau merayu kamu, tapi sosok kamu seperti seseorang yang kerap datang dalam mimpi- mimpiku" Ega mencoba mengangkat pembicaraan.
Ini sudah beberapa kalinya mereka jalan berdua dan Nayla menikmatinya. Ega bukanlah seseorang yang buruk, ternyata, pikirnya. Bahkan Ega dapat membuatnya merasa nyaman dengan hanya berada di sampingnya dan bercerita kisah- kisah ringan.
----------------
Ega gundah gulana diatas ranjangnya, pandangannya menerawang jauh menatap langit- langit kamarnya yang dihiasi pernak- pernik bintang yang bercahaya jika dia mematikan lampu kamarnya.
'Apakah aku harus jujur kepada Nayla jika mata ini milik Davy?'
 



0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates