Minggu, 22 Januari 2012

Sepotong Kue

Namaku Hannah, tinggal di pinggiran kota. Jauh dari hingar bingar dan polusi yang kata kebanyakan orang membuat stress kepala. Tapi aku juga merasa sangat tidak beruntung karena sampai saat ini aku masih menjadi jotiba -jomblo tidak bahagia- 😔. Benar - benar ingin rasanya aku berlari ke kota atau kemanapun yang sekiranya bisa membuka cakrawala kehidupanku yang aku anggap sangat membosankan sekali.
Aku sudah cukup umur, 25 tahun dan aku tetap disini. Untuk apa sebetulnya aku diam di tempat ini ? Sungguh bodoh !
7 tahun silam adalah awal dari penantian yang sama sekali kini kuanggap hanya sia - sia, berdiam diri tanpa berbuat apa - apa disini hanya membuatku seperti seonggok patung tak berdaya di pusat alun - alun kora menikmati siksaan cuaca setiap harinya. Rudi, nama lelaki itu. Lelaki pujaan setiap wanita di daerah ini, begitupun aku. Usianya 5 tahun lebih tua dariku, dia datang ke daerah kami untuk melakukan survey beberapa toko bakery. Dan bukan hanya surveyor tapi dia juga pandai sekali membuat kue. Itulah mengapa kebanyakan para wanita dan gadis menyukainya. Rudi menyambut mereka juga dengan sangat ramah. Mungkin membuat para wanita itu tersanjung, termasuk aku 😍. Saat itu aku duduk sendiri di bangku taman kota, bersedih karena kesekian kalinya aku gagal dalam ujian tengah semester. Tidak sepenuhnya gagal, tapi nilai C+ cukup membuatku kecewa. Rudi tiba - tiba datang membawa sekotak kue, sepotong chocolate cake 🍰. Menghampiriku dan mencoba menghiburku,
"Tak apa, ini hanya kegagalan kecil sebelum datang keberhasilan, Han, jangan bersedih hanya karena ini. Terus berjuang ! "
Sejak itu kami perlahan mulai dekat, Rudi terus menyemangatiku jika aku sedang bersedih atau lagi down. Membuatku sedikit bangga, karena ternyata aku bisa sedikit mencuri perhatiannya.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Tahun kedua, Rudi harus pindah ke kota lain. Kecewanya adalah saat terakhir itu kami sempat beradu mulut. Tak ingat poin penting apa yang tengah kami perdebatkan sehingga aku berkeras hati tak mau mengantar kepergiannya saat itu. Yang kutau kini, ternyata, aku tak rela melepas kepergiannya.
5 tahun sudah kini Rudi pergi tanpa kabar berita, tanpa mengirim surat kepadaku. Sedih sekali rasanya, tapi apa mau dikata ? Semua sudah terjadi.
Tapi semenjak kepergian Rudi aku lebih suka menikmati kesendirian hariku duduk di taman kota sambil menikmati chocolate cake buatanku sendiri. Rudi mengajarkanku cara membuatnya. Rasanya sedikit khas, karena Rudi selalu menambahkan sejumput kecil bubuk kayumanis dalam chocolate cakenya itu. Aneh memang, tapi begitulah kesukaannya.
Dan kini sudah kesekian kalinya Mama memintaku agar melupakan Rudi dan membuka dunia yang sebenarnya. Aku tau Mama tak ingin aku seperti burung dalam sangkar yang hanya tau duniaku yang hanya selebar telapak tangan.
3 bulan kemudian ....
Aku bekerja di sebuah kafe di kota metropolitan. Mereka menyukai chocolate cake buatanku. Dan memang benar, laris manis chocolate cake di kota ini. Puas rasanya bisa melakukan sesuatu yang bisa membahagiakan orang lain hanya dengan sepotong kue.
Dan beberapa hari itu ada seorang lelaki, tampan dengan perawakan sedikit berisi, pincang dan rasanya aku mengenalinya, tapi dimana ? Beberapa hari tu dia selalu datang, membeli chocolate cake dan secangkir caffelate. Tanpa banyak bicara dan selalu memilih duduk di pojokan kafe. Dia selalu datang sendiri. Sepertinya dia seorang yang sangat menikmati kesendiriannya, maka tak seorangpun mengganggunya. Begitupun aku.
Tapi aku penasaran, rasanya aku sangat mengenalnya. Rudi ? Apakah dia Rudi ? Tapi mengapa dia tak menyapaku ? Apakah aku sudah berubah sehingga dia tak mengenaliku lagi ? Aaah tak mungkin dia Rudi, Rudi bukan orang seperti itu. Rudi akan datang menyapaku begitu tau ini adalah Hannah, aku teman dekatnya nyaris 8 tahun yang lalu.
Sesaat aku akan beranjak dari tempatku, lelaki itu menyapaku.
"Maaf, apakah saya bisa bertemu dengan pembuat chocolate cake ini?"
Suara itu, kini dengan jelasnya aku mendengarnya. Suara itu milik Rudi. Aku terpaku memandanginya. Mata itu !
"Hannah yang membuatnya, Sir, apakah ada keluhan ?" seorang teman menjawabnya sambil menyenggolku.
"Ah yep ... itu buatan saya" jawabku terbata dan berharap itu benar - benar Rudi.
"Ooh, it's so perfect. Mengingatkan saya pada sesuatu, tapi saya tak tau pasti itu apa. Saya suka kue ini. Kue ini seakan - akan membawa saya pada masa lalu saya yang entah hilang kemana"
Shock ! Apa maksudnya ? Apakah benar dia Rudi ? Tapi kenapa ?
Lelaki itu datang lagi dan terlihat kini wajahnya berseri - seri seakan menemukan harta karun.
"Hannah ?"
Yep, that's me ! sorakku dalam hati. Tapi aku setengah gengsi dan tetap mempertahankan emosiku.
"Aku menemukan foto kamu dalam tas lama saya, saya ingin tau apakah kamu mengenali saya ?"
Oh my God, i don't really know what've happen to him. But well, let's make it clear.
"For first time i recognize that you are person that i known, but then you seems not to recognize me so i think that you are another person. Tapi, apakah yang sebenarnya terjadi ?"
Dalam perjalanan pulang dari daerahku, kereta yang Rudi tumpangi mengalami tabrakan di pertengahan antar kota. Beberapa orang meninggal dunia, Rudi termasuk penumpang yang beruntung, walaupun dia kehilagan ingatan dan menyebabkan beberapa tulang patah. Dalam beberapa tahun dia berusaha mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Cacat tubuhnya berangsur membaik, tapi tetap saja dia tak dapat mengingat dengan jelas apa yang ada dalam masa lalunya.
Beruntung Rudi mendapatkan seorang istri yang selalu setia menemani dan memberinya support untuk dapat mengingat masa lalunya. Istrinya adalah seorang perawat yang merawatnya sesaat setelah kecelakaan itu. Dan bukan aku 😭. Istrinya pula yang menceritakan tentang kejadian yang dialami Rudi saat itu.
"Chocolate Cake ini membuat saya kembali hidup, saya merasakan sesuatu yang sangat berarti dalam hidup saya" ucap Rudi lirih, mengakhiri cerita itu. Aku tetap terdiam, terpaku.
Harapan bertemu Rudi memang sudah terwujud, tapi bukan seperti ini yang aku mau. Apakah salah keinginanku ?
Tapi memang harapan tak seindah kenyataan seperti yang ada dalam cerita dongeng, yang selalu berakhir dalam kebahagiaan. Setidaknya aku tak menyesal karena kini aku bisa melihat senyum Rudi di sisa hidupnya menikmati sepotong chocolate cake buatanku.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates